WELCOME TO MY OFFICIAL BLOG

Rabu, 27 Juli 2011

Surat Bung Karno Untuk Ratna Sari Dewi

BE060462

Di bawah ini kami turunkan surat-surat Presiden Soekarno,
yang ditulis dan dikirim kepada istrinya, Ratna Sari Dewi,
selama hari-hari pertama bulan Oktober 1965.
Surat-surat ini berhasil diselundupkan ke luar negeri,
dan diumumkan oleh Dewi di negeri Belanda bulan Oktober 1973.
“De Nieuwe Linie”, 28 November 1973:
“Surat [di bawah] ini sesungguhnya adalah surat pertama yang dikirimkan oleh Sukarno kepada nyonya Dewi, mungkin
pada malam atau sore hari tgl 1 Oktober 1965, yaitu hari terjadinya perebutan kekuasaan yang gagal itu, dan setibanya di
istana Bogor atau ketika masih berada di lapangan udara militer Halim Perdanakusuma Jakarta”.
- Saya sedang berada “di tempat” dalam keadaan sehat. Saya berada di sini adalah akibat peristiwa-peristiwa di dalam
angkatan perang tadi malam. Anak-anak yang melakukan apa yang dinamakan “pemberontakan” mau melindungi saya,
mereka tidak menentang saya. Janganlah kau merisaukan saya.
- Fikiran saya, sekalipun dalam hari-hari yang kacau ini tetap padamu dan menyertaimu.
- Saya mengharap Tuhan melindungi isteriku Dewi. Saya merasa lebih dekat kepadamu dalam waktu-waktu yang kacau
balau ini.
Sayang dan ciuman, selamanya
Sukarno
“NRC-Handelsblad”, 22 September 1973:
Presiden Sukarno melihat perebutan kekuasaan 30 September 1965 sebagai pertentangan di antara golongan kanan serta
kiri di kalangan militer, di mana PKI tidak ambil bagian. Hal ini terungkap dari delapan pucuk surat-surat Sukarno yang
dikirim dari Bogor melalui kurir tertanggal 2 sampai 10 Oktober 1965 kepada isterinya yang ketiga, seorang wanita Jepang
Ratna Sari Dewi yang selama itu berada di vilanya, Wisma Yaso di luar kota Jakarta. Sukarno menyuratinya pada tanggal 2
dan 3 Oktober dan menyatakan, bahwa ia sedang menyelesaikan “pertentangan di kalangan militer”, dan untuk itu
mengangkat jenderal Pranoto sebagai penjabat sementara panglima AD, oleh karena “dia adalah satu-satunya orang di
MBAD yang bisa bergaul dengan golongan kiri dan kanan”. Surat-surat Sukarno dalam periode ini tidak menyebut-nyebut
PKI. Mengenai nasib enam jenderal yang dibunuh waktu itu – mayatnya baru ditemukan pada tanggal 3 Oktober malam itu
- ternyata sampai tanggal 3 Sukarno masih belum mengetahuinya. Dua hari kemudian, Sukarno masih belum jelas apakah
para jenderal yang terbunuh itu merencanakan perebutan kekuasaan terhadapnya atau tidak. Ditulisnya “berita-berita yang
ada saling bertentangan.”
Surat-surat Sukarno melukiskan keadaan waktu itu sangat bertentangan dengan penjelasan rezim Suharto yang berbunyi,
bahwa Sukarno bersama-sama PKI merencanakan penangkapan serta pembunuhan terhadap enam jenderal pada tanggal
30 September itu. Dengan penjelasan demikian ini akan bisa dihalalkan penyingkiran terhadap Sukarno serta
penyembelihan ratusan ribu kaum komunis dan golongan kiri lainnya.
Dari surat-surat yang diselamatkan oleh nyonya Dewi Sukarno itu ternyata, bahwa Sukarno menilai keenam jenderal itu
sebagai “komunisto-phobi”, serta diliputi oleh demam anti-komunis yang berlebih-lebihan. Tetapi sedikit pun tak ada
pertanda yang menunjukkan, bahwa dia mengetahui tindakan kolonel Untung dari pengawal istana “Cakrabirawa” terhadap
para jenderal kanan yang menurut berita-berita mempersiapkan perebutan kekuasaan dengan dukungan CIA pada tanggal
5 Oktober.

***

2-10-’65
Dewiku tercinta,
Saya dalam keadaan baik dan sangat sibuk dengan konferensi bersama semua panglima militer untuk menyelesaikan
konflik di kalangan militer. Jangan khawatir, sayang!
Sayang dan 1000 ciuman
Sukarno

3-10-’65
Saya telah menerima dua pucuk suratmu. Saya gembira mengetahui, bahwa engkau juga mendengarkan pidatoku dan
menilainya sebagai pidato yang baik.
Anggota MBAD Pranoto agak lemah, tetapi dia adalah satu-satunya orang yang dapat bergaul dengan golongan kiri dan
kanan. Saya untuk sementara menugaskan dia menjadi penjabat pimpinan sehari-hari Angkatan Darat. Komando tertinggi
berada di tangan saya sendiri dan bila keadaan menjadi tenang kembali, maka saya akan mengangkat panglima yang
tetap. Saya belum mengetahui di mana Yani berada, atau apa yang sesungguhnya terjadi terhadap dirinya.
Begitu keadaan aman, saya akan kembali ke Jakarta.
Berita-berita hari ini menunjukkan “belum”.
Saya selalu ingat padamu. Kau mengetahui betapa saya cinta padamu.

4-10-’65
Saya telah menerima suratmu. Terimakasih. Saya tahu bahwa tidak mungkin kau membuka rahasia-rahasia kepada para
wartawan. Kepada Subandrio dan Leimena saya telah menyatakan, bahwa engkau tidak pernah lagi berbicara dengan
wartawan. Kekasih, saya bangga akan kau, terimakasih banyak!
Saya sedang bekerja keras. Dewasa ini saya sedang mengadakan rapat dengan para panglima dan wakil-wakilnya dari
seluruh angkatan. Doakan pada Tuhan semoga saya berhasil.

5-10-’65
Terimakasih untuk suratmu. Hari ini telah dimakamkan ke-enam jenderal dan seorang ajudan dari salah seorang jenderal.
Bagian keamanan, maupun Subandrio dan Leimena tidak mengijinkan saya menghadirinya. Alasannya adalah keamanan.
Mereka mengatakan siapa pun tidak dapat menduga apa yang akan terjadi dalam upacara yang mengharukan itu. Selesai
upacara saya memanggil enam jenderal: jenderal Pranoto, jenderal Mursid, jenderal Sutadio, jenderal Ashari, jenderal Dirgo
dan jenderal Adjie dari Bandung. Mereka ini adalah termasuk yang berpengaruh di kalangan angkatan darat. Mengenai
jenderal-jenderal yang terbunuh, baiklah kita tunggu hasil dari penyelidikan rahasia kita, apakah benar mereka itu mau
melakukan kudeta terhadap saya? Keterangan-keterangan yang ada saling bertentangan. Memang benar bahwa mereka
semuanya adalah “komunistophobi”. Begitu keadaan memungkinkan saya akan datang ke Jakarta. Sekarang saya sudah
sangat rindu terhadapmu, saya cinta padamu.

6-10-’65
Suratmu yang panjang telah saya terima ketika berlangsung sidang kabinet lengkap.
Saya senang, bahwa kau memperhatikan pendapat saya tentang hal-ihwal serta orang-orang. Ini menunjukkan bahwa kau
adalah wanita yang sungguh-sungguh mencintai saya. Terimakasih kekasih.
Semua tindakan dan keputusanku adalah berdasarkan nasehat dari Leimena, Subandrio, Martadinata, Sutjipto, Umardhani,
Pranoto dan banyak pembantu lainnya seperti Akhmadi. Aku sangat hati-hati. Hari ini aku telah meminta pendapat dari
seluruh kabinet. Karena itu kau janganlah khawatir. Dalam hati saya selalu di sampingmu.
- Martadinata, panglima AL,
- Sutjipto, panglima kepolisian,
- Umardhani, panglima AU,
- Subandrio, wk perdana menteri pertama,
- Leimena, wk perdana menteri ketiga.

8-10-’65
Jangan salah mengerti. Saya tersenyum di sidang kabinet untuk menunjukkan pada dunia luar, bahwa tidak terjadi apa-apa
dengan saya, gembira dan bahwa saya tetap menguasai keadaan (seperti kau tahu pers Nekolim memberitakan, bahwa
saya telah kalah atau hampir kalah). Dan juga untuk membangkitkan kepercayaan dan kekuatan dari rakyat saya. Tahukah
kau, bahwa jenderal-jenderal yang terbunuh telah saya nyatakan sebagai pahlawan revolusi dan saya naikkan pangkatnya
Tahukah kau bahwa saya telah memutuskan secara tertulis untuk memakamkan Erma Suryani (puteri Nasution)
di Taman Pahlawan. Hanya keluarga Nasution sendiri yang memutuskan untuk memakamkannya di Kebayoran.
Mengapa kau begitu marah pada saya? Ini membuatku sedih dan putus asa. Kekasih tenanglah, Dewi manis tenanglah.
Jangan membuat saya putus asa.
- pers Nekolim, istilah yang waktu itu dipakai untuk menyebut pers kaum neokolonialis serta imperialis.
- jenderal A.H. Nasution ketika itu menteri pertahanan.

9-10-’65
Pertama-tama saya mengabarkan, bahwa hari Minggu ini saya tidak dapat datang ke Jakarta, karena sore ini saya akan
membicarakan sesuatu dengan staf Siliwangi di Bogor dan yang tidak dapat diadakan di Jakarta. Rapat dengan staf
Siliwangi ini harus dilakukan dengan rahasia di Bogor. Dan kalau diselenggarakan di Jakarta akan segera “tercium” oleh
sementara orang dari angkatan darat. Staf Siliwangi sangat mengkhawatirkan terhadap kemungkinan tersebut. Hanya
kepadamu isteriku tercinta, yang kupercayai dapat kukatakan (secara sangat rahasia), bahwa staf Siliwangi dengan keras
menentang rencana menempatkan panglima Siliwangi Adjie sebagai panglima Kostrad di Jakarta dan menggantikannya
dengan Umar (dewasa ini panglima Jakarta). Staf Siliwangi tetap menahan Adjie sebagai panglima, karena Siliwangi adalah
tumpuan saya yang terkuat.
Saya telah mempertimbangkan dengan baik semua nasehatmu, isteriku yang tercinta. Yang saya maksud adalah mengenai
masalah Nasution, AURI dan ALRI dan sebagainya. Saya sekarang sangat berterimakasih untuk nasehat-nasehatmu.
Mengenai Nasution, saya sekarang sampai kepada kesimpulan, bahwa dia dapat dipercaya. Hanya dia tak mempunyai
pengalaman politik. Tapi walau bagaimanapun sejak sekarang saya akan menaruh kepercayaan kepadanya. Saya datang
besok (Senin).
Sukarno
- Divisi Siliwangi berada di bawah komando Ibrahim Adjie, tumpuan Sukarno terpenting di dalam tentera. Kemudian sesudah Adjie diangkat sebagai duta besar di
London, Siliwangi menjadi salah satu divisi yang paling aktif menumpas kaum komunis.

dikutip dari : http://penasoekarno.wordpress.com/2009/11/14/surat-bung-karno-untuk-ratna-sari-dewi/

0 komentar:

Posting Komentar